KEBERADAAN GUA MARIA JATININGSIH TAK LEPAS DARI PENYEBARAN AGAMA KATOLIK DI DUSUN JITAR


KEBERADAAN GUA MARIA JATININGSIH TAK LEPAS DARI PENYEBARAN AGAMA KATOLIK DI DUSUN JITAR

Oleh : Eveline Y. Bayu

 

20180630_085015

 

Gua Maria Ratu Perdamaian Sendang Jatiningsih atau lebih dikenal dengan nama Gua Maria Sendang Jatiningsih berada di dusun Jitar, desa Sumberarum, Kecamartan Moyudan, Kabupaten Sleman, Jogjakarta. Setiap malam Jumat Kliwon diadakan doa Novena. Selain Gua Maria, terdapat juga:

  • Salib Kristus Raja yang terletak disebelah kanan Gua Maria.
  • 20180630_085109

 

  • Altar untuk misa disisi kiri Gua Maria.

20180630_083953

  • Jalan Salib searah dengan Kali Progo.

20180630_092445

  • Taman Alkitab yang diberkati oleh Mgr. Johanes Pujosumarto Pr. Pada tanggal 1 Januari 2012.
  • Kapel Adorasi Ekaristi Abadi Ibu Maria Ratuning Katentraman yang diberkati oleh Mgr. Johanes Pujosumarto Pr. Pada tanggal 1 Januari 2012.
20180630_093753
Bagian dalam KapelAdorasi Ekaristi Abadi Ibu Maria yang berlantaikan kayu.
  • Patung La pieta yang diberkati oleh Mgr. Johanes Pujosumarto Pr. Pada tangal 10 Januari 2015.

20180630_091639

  • Patung Yesus dan wanita Samaria yang diberkati oleh Romo FX. Murdisusanto Pr, Pastor Paroki Klepu, pada tanggal 11 September 2016.

20180630_092343

 

  • Patung Yesus disalib.

20180630_090308

Fasilitas penunjang yang terdapat di Gua Maria Sendang Jatiningsih adalah warung, kios yang menjual souvenir, lapangan parkir, pendopo dan toilet.

Keberadaan Gua Maria Sendang Jatiningsih tidak terlepas dari penyebaran agama Katolik di dusun Jitar Pingitan, Jogjakarta. Sebelum tahun 1950an, penduduk dusun Jitar, Pingitan, tidak memeluk agama tertentu. Mereka menganut Kejawen. Sekitar tahun 1950an anak-anak yang memeluk agama Katolik meperoleh kesuksesan dalam hal pendidikan dan pekerjaan. Hal ini menarik minta kaum tua untuk memeluk agama Katolik. Berawal dari FX. Dikin dan Paulus Klepu yang dibaptis pada bulan Desember 1952, disusul oleh empat teman mereka yang dibaptis pada bulan April 1953, yaitu Ignasius Tentrem, P. Sapardi, B. Semin dan Taryono. Kala itu FX Dikin masih duduk di kelas 5 SD Kanisius Ngapak. Mereka merupakan awal perkembangan agama Katolik di dusun Jitar, Pingitan.

P. Sapardi merupakan pelopor berdirinya lingkungan (atau kring dalam bahasa Belanda) di dusun Jitar. Lingkungan yang dimaksud adalah pembagian komunitas secara Katolik dan biasanya menggunakan nama Santo atau Santa sebagai pelindungnya. Setiap Jumat malam diadakan pelajaran agama Katolik. Lambat laun jumlah umat semakin bertambah. Sayangnya umat belum memiliki tempat ibadah. Hal ini yang mendorong Ignatius Purwowidono untuk menyumbangkan tanah seluas 200m² yang berada tepat disebelah rumahnya.

Awalnya tanah pemberian Ignatius Purwowidono akan digunakan untuk membangun sebuah kapel. Tetapi rencana tersebut tidak dapat dilaksanakan karena menurut pastor Paroki saat itu, jarak antara Gereja dengan dusun Jitar hanya sekitar 2,5 km. Kemudian Ignatius Purwowidono menukar tanah sebelah rumahnya seluas 200m² dengan tanahnya yang berada di tepi Kali Progo seluas 800m². Secara swasembada, masyarakat membangun tempat ibadah. Tanggal 1 Mei 1986 pembangunan Gua Maria dimulai. Material batu putih didatangkan dari Gunung Kidul. Patung Bunda Maria setinggi 160cm dibuat oleh seorang pemahat dari Muntilan. Patung tersebut ditahtakan atau diletakkan di dalam gua pada tanggal 15 Agustus 1986.

Tanggal 8 September 1986 pembangunan Gua Maria selesai dan diberkati oleh Romo Mardi Kartono SJ. Gua ini diberi nama Sendang Pusung, sesuai nama asli gua. Nama Sendang Busung memiliki makna Sing Ngapusi Busung artinya siapa yang berbohong akan terkena tulahnya atau akibatnya. Sejak saat itu Gua Maria Jatiningsih ramai dikunjungi peziarah. Kemudian namanya diubah menjadi Sendang Jatiningsih yang artinya sumber air dari rahmat Tuhan yang sungguh-sungguh mendatangkan kedamaian. Pada tahun 1999 diadakan renovasi di Gua Maria. Pada taanggal 17 Desember 2000 Gua Maria diberkati oleh Mgr. Dr. Ig Suharyo Pr. Uskup Agung Semarang sebagai Gua Maria Ratu Perdamaian. Tanggal Oktober 2002 umat Paroki Klepu mengadakan misa yang dipimpin oleh Mgr. J. Sunarka SJ. Sebagai ucapan syukur atas ditemukannya sumber mata air baru yang disebut Tirto wening banyu panguripan, artinya air kehidupan. Sumber tersebut terletak tepat dibelakang Gua Maria Sendang Jatiningsih.

Setelah berdoa atau bermeditasi atau adorasi, kita juga dapat menikmati Kali Progo yang melintas di kawasan tersebut dengan hutan jati dan rumpunan bambu yang rimbun.

20180630_085831
Kali Progo dengan rimbunan pohon.

Sumber:

Krestanto, Hery, Potensi Goa Maria Sendang Jatiningsih Sebagai Obyek Wisata Rohani di Daerah Istimewa Yogyakarta, Jurnal Media Wisata Vol. 16, No. 1, Mei 2018

Leave a comment